Hampir semua orang Islam tahu bahwa sepuluh hari terakhir Ramadhan
adalah waktu spesial untuk beribadah dan di dalamnya ada lailatul qadar
yang lebih utama dari seribu bulan. Namun tak semua tahu bahwa ada
sepuluh hari lainnya yang juga tak kalah spesial, bahkan diperdebatkan
di kalangan ulama apakah ia lebih utama dari hari-hari terakhir Ramadhan
tersebut. Sepuluh hari yang lain ini adalah sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah.
Menurut para ahli tafsir, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah disinggung keberadaannya dalam tiga ayat Al-Qur’an, yakni:
وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Demi Fajar dan sepuluh hari,” (QS al-Fajr: 1-2).
وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ
“Dan Kami menyempurnakannya dengan sepuluh hari,” (QS. al-A’raf: 142).
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
“Dan mereka berzikir pada Allah di hari-hari yang telah diketahui,” (QS. al-Hajj: 26).
Sepuluh hari dan hari-hari yang telah diketahui dalam ayat-ayat di atas oleh banyak ulama ditafsirkan dengan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Rasulullah ﷺ menyebutkan bahwa keistimewaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini bahkan tak bisa disaingi oleh jihad. Ia bersabda:
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «مَا العَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ؟» قَالُوا: وَلاَ الجِهَادُ؟ قَالَ: «وَلاَ الجِهَادُ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ»
“Dari Nabi Muhammad ﷺ, Ia bersabda: ‘Tak ada amal yang lebih utama daripada yang dilakukan di hari hari ini.’ Para sahabat berkata: ‘Tidakkah jihad juga?’ Rasul menjawab: ‘Tidak juga jihad, kecuali seorang yang pergi memerangi musuh dengan jiwa dan hartanya kemudian kembali tanpa membawa apa pun’," (HR Muslim).
Karena pentingnya masa sepuluh hari ini, maka Rasulullah ﷺ memberikan arahan apa saja yang perlu dibaca oleh seorang muslim supaya bisa panen pahala di hari-hari ini, yaitu:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "ما مِنْ أَيْامٍ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبَّ إِلَيْهِ العملُ فِيهِنَّ، مِنْ هَذِهِ الْأَيْامِ الْعَشْرِ، فَأَكْثِرُوا فِيهِمْ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ"
Rasulullah ﷺ bersabda: "Tiada hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal yang lebih Allah cintai bila dilakukan di hari itu daripada sepuluh hari ini, maka perbanyaklah di dalamnya membaca lâilâha illa-Llâh, Allâhu akbar dan alhamdulillâh,” (HR Ahmad).
Selain wiridan di atas, Syekh Ibnu Katsir, seorang mufassir terkemuka, mengatakan bahwa Rasulullah juga berpuasa di sepuluh hari ini dengan berdasarkan hadis dalam Sunan Ibnu Dawud. Dengan demikian, rangkaian puasa ini juga mencakup puasa Arafah. (Ibnu Katsir, Tafsir Ibn Katsir, vol. V, hal. 415).
Syekh Ibnu Katsir juga mencatat bahwa para ulama berbeda pendapat
tentang mana yang lebih utama antara sepuluh hari terakhir bulan puasa
yang memiliki lailatul qadar dengan sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah ini. Sebagian ulama mengunggulkan sepuluh terakhir Ramadhan
dan sebagian lagi mengunggulkan sepuluh hari Dzulhijjah. Pendapat
lainnya mencoba mengakomodasi semua dalil yang ada sehingga
kesimpulannya adalah untuk ibadah malam hari maka lebih utama
malam-malam sepuluh hari terakhir Ramadhan, tapi untuk ibadah siang
harinya lebih utama sepuluh hari pertama Dzulhijjah (Ibnu Katsir, Tafsir Ibn Katsir, vol. V, hal. 416).
Karena itu, maka sebaiknya hari-hari istimewa ini jangan dibiarkan lewat begitu saja tanpa amal ibadah. Sebagai patokan sederhana hanya perlu diingat bahwa sepuluh hari sebelum hari raya, baik Idul Fitri mau pun Idul Adha, adalah hari-hari spesial di mana umat Islam akan memanen pahala bila menggiatkan ibadah di saat tersebut. Wallahua’lam.
Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti di Aswaja Center Jember
0 komentar:
Posting Komentar